Sabtu, 17 Maret 2012

Tahap Pengumpulan Data


Pengumpulan Data Penelitian
1. Sumber Data dan Metode Pengumpulan Data
Berdasarkan sumbernya, data dibagi menjadi:
a. Data Primer: Data yang diusahakan/didapat oleh peneliti
b. Data Sekunder: Data yang didapat dari orang/instansi lain
Data Sekunder cenderung siap “pakai”, artinya siap diolah dan dianalisis oleh penelitian.
Contoh Instansi penyedia data:
• Biro Pusat Statistik (BPS)
• Bank Indonesia
• Badan Meteorologi dan Geofisika
• dll.
Pengumpulan data primer membutuhkan perancangan alat dan metode pengumpulan data
Metode pengumpulan data penelitian:
a. Observasi
b. Wawancara
c. Kuesioner (Daftar Pertanyaan)
d. Pengukuran Fisik
e. Percobaan Laboratorium
Semua metode mensyaratkan pencatatan yang detail, lengkap, teliti dan jelas
Untuk mencapai kelengkapan, ketelitian dan kejelasan data, pencatatan data harus dilengkapi dengan:
• Nama pengumpul data
• Tanggal dan waktu pengumpulan data
• Lokasi pengumpulan data
• Keterangan-keterangan tambahan data/istilah/responden
Responden: orang yang menjadi sumber data
Semua butir (item) yang ditanyakan dalam semua metode pengumpulan data haruslah sejalan dengan rumusan masalah dan/atau hipotesis penelitian
Karenanya diperlukan proses Dekomposisi variabel penelitian menjadi sub-variabel, dimensi dan butir penelitian merupakan pekerjaan yang harus dilakukan dengan hati-hati
Proses dekomposisi ini juga memudahkan proses pengukuran dan pengumpulan data
Proses dekomposisi ini dikenal sebagai proses operasionalisasi variabel penelitian Variabel Dimensi Butir (Item) Pengukuran
1
2. Observasi, Wawancara, Pengukuran Fisik dan Percobaan Laboratorium
Observasi atau pengamatan melibatkan semua indera (penglihatan, pendengaran, penciuman, pembau, perasa)
Pencatatan hasil dapat dilakukan dengan bantuan alat rekam elektronik kemudian dituliskan sebagai skrip
Wawancara terbagi menjadi:
a. Wawancara tidak terstruktur
b. Wawancara terstruktur
Wawancara tidak terstruktur
• Merupakan langkah persiapan wawancara terstruktur
• Pertanyaan yang diajukan merupakan upaya mengali isu awal
• Sifat pertanyaan spontan
Wawancara terstruktur
• Pertanyaan sudah disiapkan, karena sudah dirancang data/informasi apa yang dibutuhkan
Jenis Wawancara:
a. Wawancara langsung (face to face)
b. Wawancara tidak langsung: misalnya dengan telepon atau internet (on-line)
Bias dalam wawancara: kesenjangan antara informasi/data yang dinginkan oleh peneliti dengan informasi/data yang diberikan oleh responden
Bias dalam wawancara harus diminimalkan
Sumber bias dalam wawancara:
a. Pewawancara
b. Responden
c. Situasi saat wawancara
Bias dari Pewawancara
• Tidak terjadi saling percaya antara responden dengan pewawancara
• Kekeliruan penafsiran pertanyaan: hal ini terutama terjadi jika wawancara dilakukan oleh beberapa orang dalam suatu tim/kelompok pewawancara
• Secara tidak sengaja atau disadari pewawancara mendorong atau mencegah responden menjawab ke suatu arah jawaban tertentu
Bias dari Responden
• Responden tidak jujur menjawab
• Responden sebenarnya tidak memahami isi pertanyaan tetapi enggan bertanya atau melakukan klarifikasi
2
Bias dari Situasi
• Waktu wawancara tidak tepat, misalnya ketika responden sedang bekerja atau sedang lelah sehingga enggan menjawab pertanyaan
Sumber bias diperhatikan agar wawancara berjalan efisien dan efektif
Teknik Bertanya:
• Funneling:
Mulai dengan pertanyaan-pertanyaan terbuka (open-ended questons)
Funneling adalah transisi dari tema yang luas ke tema yang lebih sempit
• Pertanyaan yang tidak bias
Pertanyaan harus jelas dan tidak mengandung interpretasi ganda (ambigous)
• Menjelaskan pertanyaan sejelas-jelasnya
Jika ada keraguan responden, pewawancara dapat menjelaskan pertanyaan sekali lagi
Mengajukan pertanyaan sekali lagi dalam bahasa yang lebih sederhana
Memastikan jawaban responden dengan mengajukan pernyataan sekali lagi
• Membantu responden menyatakan pendapatnya
Jika responden kesulitan mengungkapkan pendapatnya, pewawancara dapat membantu dengan mengutarakan istilah yang tepat
• Membuat Catatan atau Rekaman
Wawancara dicatat dan direkam dengan seijin atau sepengetahuan responden
• Menggunakan bahasa atau istilah yang sesuai dengan kondisi (misalnya: pendidikan) responden
Bila responden enggan menjawab pertanyaan, karena merasa pertanyaan bersifat pribadi atau sensitif, pewawancara dapat mengubah pertanyaan dengan istilah lain
Misalnya: Pendapatan diganti dengan pengeluaran
Pengukuran Fisik
• Alat ukur harus dikalibrasi sebelum mulai melakukan pengukuran
• Alat ukur harus memenuhi standar penelitian
• Alat ukur harus mudah dijalankan dan dikendalikan
• Pengukuran memperhatikan kondisi yang disyaratkan dalam perumusan masalah (misalnya: suhu atau tekanan)
Perancangan Percobaan dan Penelitian dalam Laboratorium
• Sebelum melakukan percobaan laboratoium, dilakukan perancangan percobaan
• Dalam proses perancangan percobaan, unit penelitian dan perlakuan yang akan dikenakan pada setiap unit penelitian direncanakan
3
Perancangan percobaan (experiment design) sangat diperlukan pada penelitian yang dilakukan dalam laboratorium
Laboratorium tidak hanya mengacu pada ruangan laboratorium (biologi, kimia, fisika, kedokteran atau ilmu rekayas) tapi pada setiap ruang termasuk lapangan yang setiap faktornya dapat dikendalikan
Sebelum melakukan penelitian-penelitian biologi, kimia, fisika dan rekayasa yang dilakukan dalam laboratorium, umumnya peneliti merancang unit percobaan yang akan dilakukan
Dalam penelitian biologi, kimia, fisika dan rekayasa memungkinkan untuk memilih obyek penelitian dan mengusahakan kondisi penelitian (misalnya suhu, konsentrasi zat kimia, tekanan, media) yang homogen, sesuatu yang amat sulit dilakukan pada penelitian-penelitian sosial (ekonomi, psikologi, sosiologi)
Dasar perhitungan semua jenis Perancangan Percobaan adalah Analisis Varians (Analysis of Variance) suatu bidang kajian dalam Statistika
3. Kuesioner
Kuesioner adalah daftar pertanyaan tertulis yang ditujukan kepada responden
Jawaban responden atas semua pertanyaan dalam kuesioner kemudian dicatat/direkam
Kuesioner merupakan metode pengumpulan data yang efisien bila peneliti mengetahui secara pasti data/informasi apa yang dibutuhkan dan bagaimana variabel yang menyatakan informasi yang dibutuhkan tersebut diukur
Sekali lagi penting melakukan dekomposisi variabel penelitian menjadi dimensi dan butir penelitian dengan hati-hati
Contoh Pembetukan Butir Kuesioner
Variabel
Dimensi
Item
Gaya kepemimpinan Manajemen
Penggambaran Tujuan Perusahaan
Manajemen memberikan gambaran jelas tentang tujuan perusahaan yang akan dicapai dalam suatu selang waktu
Penjelasan tujuan perusahaan disampaikan dalam bentuk apa?
Semua pegawai mengetahui tujuan-tujuan yang harus dicapai perusahaan dalam suatu selang waktu
-dst-
-dst-
-dst-
Seringkali satu variabel didekomposisi menjadi beberapa dimensi dan selanjutnya satu dimensi diuraikan menjadi beberapa item 4
Jenis Pertanyaan dalam Kuesioner
a. Pertanyaan Terbuka: pertanyaan yang memungkinkan responden memberikan jawaban sesuai dengan cara atau pendapatnya
Misal:
Sebutkan lima sifat pemimpin yang Anda sukai: 1. ……………………………
2. ……………………………
3. ……………………………
4. ……………………………
5. ……………………………
Bagaimana pendapat Anda tentang kepemimpinan supervisor Anda?
__________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________
Jawaban responden terhadap pertanyaan-pertanyaan terbuka akan sangat bervariasi.
Pengelompokkan jawaban-jawaban serupa akan menjadi suatu pekerjaan yang tidak mudah
b. Pertanyaan Tertutup: responden tinggal memilih jawaban di antara pilihan yang sudah disediakan
Misal:
Atasan Anda mendelegasikan tugas dengan jelas: 1. Sangat Setuju Sekali
2. Sangat Setuju
3. Setuju
4. Tidak Setuju
5. Sangat Tidak Setuju
Kadangkala pertanyaan disajikan secara terbuka sekaligus tertutup
Misal:
Pekerjaan Anda: 1. Pegawai Negeri Sipil
2. TNI
3. Professional:
a. Dokter
b. Guru
c. Pengacara
d. lainnya (Sebutkan): ______________________
4. Pengusaha
5. Lainnya (Sebutkan): ___________________________
5
Pertanyaan-pertanyaan tertutup dapat dengan mudah dikodekan dan diolah untuk tahap penelitian selanjutnya
Bentuk Pertanyaan
a. Pernyataan Positif
b. Pernyataan Negatif
Pertanyaan dalam kuesioner ditulis dalam bentuk PERNYATAAN bukan pertanyaan
Pernyataan Positif : pernyataan yang jawabannya SESUAI dengan harapan peneliti
Pernyataan Negatif : pernyataan yang jawabannya TIDAK SESUAI dengan harapan peneliti
Misal: Jika ingin diketahui kinerja kasir sebuah toko swalayan
Pernyataan Positif (Contoh LSR)
Kasir di toko swalayan ini ramah:
1. Tidak Setuju 2. Setuju 3. Sangat Setuju
Pernyataan Negatif (Contoh LSR)
Kasir tidak sopan:
1. Sangat Setuju 2. Setuju 3. Tidak Setuju
Pengkodean atau pembobotan nilai jawaban:
Pada pernyataan Positif: nilai paling positif diberi bobot paling besar (karena paling positif berarti paling sesuai harapan)
Pada pernyataan Negatif: nilai paling negatif diberi bobot paling besar (karena paling negatif berarti paling sesuai harapan)
Idealnya dalam suatu kuesioner penelitian, komposisi bentuk pernyataan positif dan negatif berimbang, misalnya dari 30 pernyataan dirancang terdiri dari 15 pernyataan positif dan 15 pernyataan negatif.
Pernyataan positif dan negatif harus diletakkan secara bergantian
Dengan meletakkan pernyataan positif dan negatif bergantian, responden benar-benar membaca pernyataan-pernyataan dengan teliti dan menjawab dengan benar
Teknik Pengukuran (Teknik Penskalaan)
Dua teknik pengukuran dengan kuesioner yang paling populer adalah:
a. Likert’s Summated Rating (LSR)
b. Semantic Differential (SD)
6
Likert’s Summated Rating (LSR)
LSR adalah skala atau pengukuran sikap responden
Jawaban pernyataan dinyatakan dalam pilihan yang mengakomodasi jawaban antara Sangat Setuju Sekali sampai Sangat Tidak Setuju
Banyak pilihan biasanya 3, 5, 7, 9 dan 11
Dalam prakteknya yang paling sering digunakan adalah 5
Terlalu sedikit pilihan jawaban menyebabkan pengukuran menjadi sanagt kasar
Terlalu banyak pilihan jawaban menyebabkan responden sulit membedakan pilihan
Banyak pilihan ganjil juga menimbulkan masalah, responden yang malas/enggan akan menjawab pilihan yang di tengah ( = jawaban netral)
Semantic Differential (SD)
Responden menyatakan pilihan di antara dua kutub kata sifat atau frasa
Dapat dibentuk dalam suatu garis nilai yang kontinyu, dan dapat diukur dalam satuan jarak atau dalam bentuk pilihan seperti LSR
Misal:
Sikap kasir (responden memilih kotak 10 sampai dengan 0, misalnya 8) Tidak Ramah 7 Ramah 65432108910
atau
Sikap kasir (responden meletakkan jawaban di antara garis bilangan, nilai jawaban kemudian diukur dalam cm) Tidak Sopan Sopan 010􀀹
Prinsip sifat positif diberi nilai paling besar dan sifat negatif diberi nilai paling kecil tetap dipertahankan, demikian juga prinsip menggabungkan positif–negatif dan negatif−positif secara bergantian
4. Validitas dan Reliabilitas Kuesioner
Kesalahan operasionalisasi variabel mungkin terjadi karena dimensi yang penting luput direalisasikan menjadi butir pertanyaan dalam kuesioner
Kesalahan dapat diminimalkan dengan melakukan pengujian validitas dan reliabilitas kuesioner
7
Validitas
Validitas mengacu pada apakah kuesioner benar-benar dapat mengukur apa yang ingin diukur
Sebagian besar validitas diukur secara logika (subyekif), hanya validitas konstruk yang dapat diukur secar matematika/statistika.
Jenis Validitas
a. Validitas Konstruk (Construct Validity)
Konstruk adalah penyusun atau elemen suatu konsep/variabel
Misal: Jika suatu konsep disusun berdasarkan 5 elemen tetapi dalam kuesioner hanya diukur 3 elemen maka validitas konstruk kuesioner ini rendah
Ukuran validitas konstruk dinyatakan dalam koefisien korelasi (R) setiap butir pernyataan dengan nilai total seluruh butir.
Valid tidaknya setiap butir kemudian dibandingkan dengan nilai kritik pada Tabel Kolstoe, 1973
b. Validitas Isi (Content Validity)
Bertujuan memeriksa apakah butir-butir pertanyaan sesuai dengan pengetahuan aau kemampuan responden.
c. Validitas Eksternal (External Validity)
Membandingkan kuesioner yang dibuat dengan kuesioner yang sudah dibakukan
d. Validitas Prediktif (Predictive Validity)
Mengukur apakah kuesioner dapat digunakan meramalkan perilaku di masa depan
Validitas prediktif diberi nilai tinggi jika apa yang diramalkan terbukti
e. Validitas Rupa (Face Validity)
Validitas tampilan kuesioner, sesuai dengan format
f. Validitas Budaya (Culture Validity)
Apakah butir-butir pernyataan dalam kuesioner sudah sesuai budaya atau kondisi responden
Reliabilitas
Reliabilitas menyatakan derajat keandalan dan konsistensi kuesioner
Beberapa metode penghitungan reliabilitas, misalnnya:
a. Metode Test − Retest
b. Metode Test − Retest Paralel
c. Teknik Belah Dua (Split Half)
d. Analisis Diskriminan
8
Pada prinsipnya, semua metode perhitungan itu mengukur reliabilitas melalui koefisien korelasi setiap butir pernyataan dengan total seluruh butir (sama dengan Validitas Konstruk)
Uji Coba Kuesioner
Sebelum kuesioner benar-benar digunakan untuk mengumpulkan data, dilakukan uji coba dengan menyebarkan kuesioner kepada kira-kira 30 responden
Hasil uji coba kemudian dignakan untuk menguji validitas dan reliabilitas
Butir-butir yang tidak valid atau tidak reliabel kemudian diperbaiki, diubah, atau jika tidak memungkinkan dihilangkan dan selanjutnya kuesioner diuji kembali
Alat Bantu Pembuat Kuesioner
Metode perhitungan validitas dan reliabilitas ini dapat diaplikasikan dengan bantuan program komputer (Misalnya EXCEL atau SPSS)
Kuesioner apat dibuat dengan pengolah kata atau dengan program-program komputer lainnya yang memang dibuat untuk membuat kuesioner (Misalnya: EPI-INFO atau Lotus Notes)
Pembuatan kuesioner dengan program komputer memungkinkan publikasi kuesioner secara on-line di internet
Beberapa web di internet juga menyediakan fasilitas membuat kuesioner atau pooling) on-line, misalnya web votepedia yang dibangun di atas teknologi Wikipedia
9

Statistik

https://spreadsheets.google.com/spreadsheet/ccc?pli=1&key=0AmNYj1M29PukdE5ZVERfdVJvQm9IY1hPZkxERGRoYmc&gmrcpt

Senin, 12 Maret 2012

Otoritas Moneter dan Kebijakan Moneter


BAB 1
 Pendahuluan
A.    Latar Belakang
Otoritas moneter adalah suatu entitas yang memiliki wewenang untuk mengendalikan jumlah uang yang beredar pada suatu negara dan memiliki hak untuk menetapkan suku bunga dan parameter lainnya yang menentukan biaya dan persediaan uang. Umumnya otoritas moneter adalah bank sentral, meskipun kadang kala lembaga eksekutif pemerintah mempunyai hak tertinggi untuk menetapkan kebijakan moneter dengan cara mengendalikan bank sentral. Ada berbagai jenis otoritas moneter lainnya, seperti dibentuknya satu bank sentral untuk beberapa negara, terdapatnya suatu dewan yang mengontrol jumlah uang yang beredar terhadap mata uang lain, dan juga diperbolehkannya beberapa entitas untuk mencetak uang kertas ataupun uang logam. Undang-undang ini bertujuan agar otoritas moneter dapat menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter yang efektif dan efisien melalui sistem keuangan yang sehat, transparan dan terpercaya dan dapat dipertanggungjawabkan yang didukung oleh sistem pembayaran yang lancar, cepat, tepat dan aman, serta pengaturan dan pengawasan bank yang memiliki prinsip kehati-hatian


B.     Rumusan Masalah
1.      Perubahan apa yang terjadi pada Bank Indonesia setelah terjadinya pergantian tentang UU bank sentral?
2.      Bagaimana status dan modal Bank Indonesia?
3.      Apa tujuan dan tugas Bank Indonesia?

       C.  Tujuan
1)      Untuk  mengetahui perubahan apa yang terjadi pada Bank Indonesia setelah terjadinya pergantian tentang UU bank sentral.
2)      Untuk  mengetahui status dan modal Bank Indonesia.
3)      Untuk  mengetahui tujuan dan tugas Bank Indonesia.
     
      


BAB II
PEMBAHASAN


A.     Otoritas Moneter di Indonesia
Pada masa berlakunya Undang-undang No.13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral, otoritas kebijakan moneter di Indonesia pada dasarnya berada di tangan pemerintah. Meskipun berdasarkan undang-undang tersebut terdapat 2 (dua) lembaga utama sebagai pelaksana kebijakan moneter, yaitu Bank Indonesia dan Dewan Moneter, otoritasnya tetap pada pemerintah. Pemerintah melalui presiden dan menteri keuangan mempunyai kekuasaan atau akses yang sangat besar untuk mengarahkan pelaksanaan kebijakan yang dilakukan oleh Bank Indonesia dan Dewan Moneter. Presiden mempunyai akses yang besar karena pada waktu itu presiden mempunyai wewenang untuk mengangkat pejabat Gubernur dan Direktur Bank Indonesia  atas usul Dewan Moneter. Menteri Keuangan dan Menteri bidang ekonomi mempunyai akses yang besar karena pada waktu itu anggota Dewan moneter terdiri dari menteri keuangan, seorang menteri bidang ekonomi dan gubernur BI. Di samping itu pemerintah mempunyai wewenang berdasarkan undang undang untuk menentukan berbagai peraturan pelaksanaan dari undang-undang untuk menentukan berbagai peraturan pelaksanaan undang-undang tentang bank sentral. Berbagai wewenang yang diberikan kepada pemerintah terutama melalui presiden dan menteri-mentrinya diatas menyebabkan otoritas moneter tidak terletak pada Bank Indonesia tapi pada pemerintah. Kondisi tersebut Mengandung 3 Implikasi utama. Pertama, kebijakan Fiskal Melalui anggaran Pendapatan dan Pembelanjaan Daerah (APBN) relatif lebih dapat disingkronkan dengan kebijakan moneter melalui jumlah uang beredar karena otoritas kedua kebijakan tersebut terletak pada satu pihak yaitu pemerintah. Kedua kebijakan moneter yang bertujuan terutama untuk menjamin sistem pembayaran yang lancer stabil, dan baik sering sekali tidak berjalan searah dengan tujuan-tujuan pelaksanan kebijakan moneter. Hal ini menyebabkan target kebijakan moneter sering kali tidak dapat dicapai dengan maksimal. Ketiga, campur tangan yang besar dari pemerintah.mengandung resiko berupa pelaksanaan pembinaan dan pengawasan lembaga keuangan yang efisien. Lebih jauh, sistem ini sangat rentan terhadap campur tangan individu pejabat dan pihak lain dalam perumusan kebijakan moneter.
       Atas dasar pertimbangan diatas sebagai salah satu akibat dari terjadinya krisis ekonomi dan perbankan pada akhir tahun 1990-an, Undang-undang No.13 Tahun 1963 tersebut diganti dengan UU tentang bank sentral yang baru yaitu Undang-undang No.23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Undang-undang yang bertujuan agar otoritas moneter dapat menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter yang efektif dan efisien melalui sistem keuangan yang sehat, transparan dan terpercaya dan dapat dipertanggungjawabkan yang didukung oleh sistem pembayaran yang lancar, cepat, tepat dan aman, serta pengaturan dan pengawasan bank yang memiliki prinsip kehati-hatian. Undang-undang tentang bank sentral yang baru pada dasarnya member kewenangan yang besar terhadap bank Indonesia untuk merumuskan dan melaksanakan kebijakan moneter di Indonesia. Dengan kata lain, Bank Indonesia ditempatkan sebagai otoritas moneter di Indonesia, sedangkan lembaga Dewan moneter ditiadakan. Meskipun otoritas moneter tidak lagi terletak pada pemerintah, pemerintah tetap mempunyai akses tertentu dalam mempengaruhi kebijakan moneter. Pada tahun 2004, setelah menyadari beberapa kelemahan yang terdapat pada undang-undang No.23 Tahun 1999, dilahirkanlah Undang-undang No.3 Tahun 2004 tentang perubahan Undang-undang No.23 Tahun 1999. Undang-undang baru ini bukan menggantikan undang-undang yang sebelumnya, tetapi merevisi beberapa pasal serta menambah beberapa pasal baru. Uraian lebih rinci mengenai Bank Indonesia disampaikan pada sub-sub bab berikut ini.

B.     Status dan Model Bank Indonesia
Bank Indonesia adalah bank sentral Republik Indonesia yang merupakan lembaga Negara independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan pemerintah dan/atau pihak lain, kecuali untuk hal-hal secara tegas diatur dalam undang-undang. Bank Indonesia berkedudukan di ibu kota Negara Republik Indonesia. Modal Bank Indonesia ditetapkan berjumlah sekurang-kurangnya Rp 2.000.000.000.000,00 (dua triliun rupiah) dan harus ditambah sehingga menjadi paling banyak 10 % (sepuluh perseratus) dari seluruh kewajiban moneter, yang dananya yang berasal dari cadangan umum atau dari hasil revaluasi asset. Tata cara penambahan modal dari cadangan umum adalah dana yang berasal dari sebagian surplus Bank Indonesia yang dapat digunakan untuk menghadapi resiko yang mungkin timbul dari pelaksanaan tugas dan wewenang Bank Indonesia.

C.       Tujuan dan Tugas
Tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah dan untuk mencapai tujuan tersebut Bank Indonesia melaksanakan kewajiban moneter  secara berkelanjutan, konsisten, transparan, dan harus mempertimbangkan kebijakan umum pemerintah di bidang perekonomian. Secara lebih rinci, tugas tersebut dijabarkan menjadi sebagai berikut:
1)        Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter
2)        Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran
3)        Mengatur dan mengawasi bank
Di samping tugas-tugas tersebut, Bank Indonesia juga mempunyai tanggung jawab dan kegiatan lain dalam kaitannya dengan pemerintah, hubungan internasional, akuntabilitas, dan anggaran. Pihak lain dilarang melakukan segala bentuk campur tangan terhadap pelaksanaan tugas Bank Indonesia dan Bank Indonesia wajib menolak dan atau mengabaikan segala bentuk campur tangan dari pihak mana pun dalam rangka pelaksanaan tugasnya. Barang siapa melakukan campur tangan terhadap pelaksanaan tugas Bank Indonesia diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun serta denda sekurang­kurangnya Rp 2.000.000.000 (dua miliar rupiah) dan paling banyak Rp 5.000.000.000 (lima miliar rupiah). Sedangkan anggota Dewan Gubernur dan atau pejabat Bank Indonesia yang melanggar ketentuan di atas diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp 2.000.000.000 (dua miliar rupiah) dan paling banyak Rp 5.000.000.000 (lima miliar rupiah).

1)   Tugas Menetapkan dan Melaksanakan Kebijakan Moneter
Dalam rangka menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter Bank Indonesia berwenang:
a.         Menetapkan sasaran-sasaran moneter dengan memerhatikan sasaran laju inflasi.
b.        Melakukan pengendalian moneter dengan menggunakan cara-cara yang termasuk tetapi tidak terbatas pada:
1)      operasi pasar terbuka di pasar uang baik rupiah maupun valuta asing
2)   penetapan tingkat diskonto
3)   penetapan cadangan wajib minimum
4)      pengaturan kredit atau pembiayaan
          Cara-cara pengendalian moneter tersebut dapat dilaksanakan juga berdasarkan prinsip syariah, sedangkan pelaksanaan butir a dan b di atas ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia. Peraturan Bank Indonesia adalah ketentuan hukum yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan mengikat setiap orang atau badan dan dimuat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
c.         Memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah untuk jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari kepada bank untuk mengatasi kesulitan pendanaan jangka pendek bank yang bersangkutan. Pelaksanaan pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah tersebut wajib dijamin oleh bank penerima dengan agunan yang berkualitas tinggi dan mudah dicairkan yang nilainya minimal sebesar jumlah kredit atau pembiayaan yang diterimanya. Pelaksanaan kewenangan ini ditetapkan  dengan Peraturan Bank Indonesia.
d.        Dalam hal suatu bank mengalami kesulitan keuangan yang berdampak sistemik dan berpotensi mengakibatkan krisis yang membahayakan sistem keuangan, Bank Indonesia dapat memberikan fasilitas pembiayaan darurat yang pendanaannya menjadi beban pemerintah. Ketentuan dan tata cara pengambilan keputusan mengenai kesulitan keuangan bank yang berdampak sistemik, pemberian fasilitas pembiayaan darurat, dan sumber pendanaan yang berasal dari APBN diatur dalam undang-undang tersendiri, yang (menurut undang-undang) seharusnya ditetapkan paling lambat akhir tahun 2004. Apabila undang-undang ini belum ditetapkan, ketentuan dan tata cara tersebut dituangkan dalam nota kesepakatan antara pemerintah dan BI paling lambat Februari 2004.
e.         Melaksanakan kebijakan nilai tukar berdasarkan sistem nilai tukar yang telah ditetapkan.
f.         Mengelola cadangan devisa. Dalam pengelolaan cadangan devisa Bank Indonesia melaksanakan berbagai jenis transaksi devisa dan dapat menerima pinjaman luar negeri.
g.        Menyelenggarakan survei secara berkala atau sewaktu-waktu diperlukan yang dapat bersifat makro atau mikro untuk mendukung pelaksanaan tugasnya. Pelaksanaan survei dilakukan oleh pihak lain berdasarkan penugasan dari Bank Indonesia. Dalam penyelenggaraan survei, setiap badan wajib memberikan keterangan dan data yang diperlukan oleh Bank Indonesia. Bank Indonesia atau pihak lain yang terkait dengan survei itu wajib merahasiakan sumber dan data individual kecuali undang-undang secara tegas menyatakan lain. Badan yang tidak memenuhi kewajiban ini diancam dengan pidana denda paling banyak Rp 50.000.000 (lima puluh juta rupiah). Pelaksanaan kewengan ini ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia.

2)      Tugas Mengatur dan Menjaga Kelancaran Sistem Pembayaran
Dalam rangka mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, Bank Indonesia berwenang:
a.         Melaksanakan dan memberikan persetujuan dan izin atas penyelenggaraan jasa sistem pembayaran.
b.        Mewajibkan penyelenggara jasa sistem pembayaran untuk menyampaikan laporan tentang kegiatannya.
c.         Menetapkan penggunaan alat pembayaran.
d.        Mengatur sistem kliring antarbank dalam mata uang rupiah dan atau valuta asing. Penyelenggaraan kegiatan kliring antarbank dalam mata uang rupiah dan atau valuta asing dilakukan oleh Bank Indonesia atau pihak lain dengan persetujuan Bank Indonesia.
d.         Menyelenggarakan penyelesaian akhir transaksi pembayaran antarbank dalam mata uang rupiah dan atau valuta asing. Penyelenggaraan kegiatan penyelesaian akhir transaksi pembayaran antarbank tersebut dapat dilakukan oleh pihak lain dengan persetujuan Bank Indonesia.
e.          Menetapkan macam, harga, ciri uang yang akan dikeluarkan, bahan yang digunakan, dan tanggal mulai berlakunya sebagai alat pembayaran yang sah.
g.        Sebagai satu-satunya lembaga yang mengeluarkan dan mengedarkan uang rupiah serta mencabut, menarik, dan memusnahkan uang dimaksud dari peredaran. Bank Indonesia dapat mencabut dan menarik uang rupiah dari peredaran dengan memberikan penggantian dengan nilai yang sama. Apabila 5 (lima) tahun sesudah tanggal pencabutan masih terdapat uang yang belum ditukarkan, nilai uang tersebut diperhitungkan sebagai penerimaan tahun anggaran berjalan. Uang yang ditukarkan sesudah berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diperhitungkan sebagai pengeluaran tahun anggaran berjalan. Hak untuk menuntut penukaran uang yang sudah dicabut, tidak berlaku lagi setelah 10 (sepuluh) tahun sejak tanggal pencabutan.
Pelaksanaan kewenangan-kewenangan di atas ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia.

3)      Tugas Mengatur dan Mengawasi Bank
Dalam rangka melaksanakan tugas mengatur dan mengawasi bank, Bank Indonesia:
a.         Menetapkan peraturan perbankan termasuk ketentuan-ketentuan perbankan yang memuat prinsip kehati-hatian.
b.        Memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan dan kegiatan usaha tertentu dari bank, termasuk memberikan dan mencabut izin usaha bank, memberikan izin pembukaan, penutupan, dan pemindahan kantor bank, memberikan persetujuan atas kepemilikan dan kepengurusan bank, memberikan izin kepada bank untuk menjalankan kegiatan­kegiatan usaha tertentu.
c.         Melaksanakan pengawasan bank secara langsung dan tidak langsung. Pelaksanaan pengawasan dilakukan antara lain dengan:
1)        Mewajibkan bank untuk menyampaikan laporan, keterangan, dan penjelasan sesuai dengan tata cara yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Apabila diperlukan, kewajiban tersebut dap at dikenakan pula terhadap induk perusahaan, anak perusahaan, pihak terkait, dan pihak terafiliasi dari bank.
2)        Melakukan pemeriksaan terhadap bank, baik secara berkala maupun setiap waktu apabila diperlukan. Apabila diperlukan, pemeriksaan dapat dilakukan terhadap induk perusahaan, anak perusahaan, pihak terkait, pihak terafiliasi, dan debitor bank. Bank dan pihak-pihak yang diperiksa wajib memberikan kepada pemeriksa:
-          keterangan dan data yang diminta
-          kesempatan untuk melihat semua pembukuan, dokumen, dan sarana fisik yang berkaitan dengan kegiatan usahanya
-          hal-hal lain yang diperlukan
3)             Menugasi pihak lain untuk dan atas nama Bank Indonesia melaksanakan pemeriksaan. Pihak lain yang melaksanakan pemeriksaan wajib merahasiakan keterangan dan data yang diperoleh dalam pemeriksaan. Gubernur,  Deputi Gubernur Senior, Deputi Gubernur, pegawai Bank Indonesia, atau pihak lain yang ditunjuk atau disetujui oleh Bank Indonesia untuk melakukan tugas tertentu yang memberikan keterangan dan data lainnya yang bersifat rahasia yang diperoleh karena jabatannya secara melawan hukum, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp 1.000.000.000 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp 3.000.000.000 (tiga miliar rupiah). Apabila pelanggaran tersebut dilakukan oleh badan, badan tersebut diancam dengan pidana denda sekurang-kurangnya Rp 3.000.000.000 (tiga miliar rupiah) dan paling banyak Rp 6.000.000.000 (enam miliar rupiah). Keterangan dan data lainnya yang bersifat rahasia ditetapkan dengan Peraturan Dewan Gubernur.
4)             Memerintahkan bank untuk menghentikan sementara sebagian atau seluruh kegiatan transaksi tertentu apabila menurut penilaian Bank Indonesia terhadap suatu transaksi patut diduga merupakan tindak pidana di bidang perbankan. Berdasarkan dugaan tersebut, Bank Indonesia wajib mengirim tim pemeriksa untuk meneliti kebenarannya. Apabila dari hasil pemeriksaan tidak diperoleh bukti yang cukup, Bank Indonesia pada hari itu juga mencabut perintah penghentian transaksi tersebut.
5)             Melakukan tindakan sebagaimana diatur dalam undang-undang tentang perbankan yang berlaku dalam hal keadaan suatu bank menurut penilaian Bank Indonesia membahayakan kelangsungan usaha bank yang bersangkutan dan atau membahayakan sistem perbankan atau terjadi kesulitan perbankan yang membahayakan perekonomian nasional.
6)             Tugas mengawasi bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang independen dan dibentuk dengan undang-undang. Pembentukan lembaga pengawasan akan dilaksanakan selambat-lambatnya tanggal 31 Desember 2010, dan sepanjang lembaga pengawasan belum dibentuk, tugas pengaturan dan pengawasan bank dilaksanakan oleh Bank Indonesia.
d.        Mengatur dan mengembangkan sistem informasi antarbank. Sistem informasi dapat dilakukan sendiri oleh Bank Indonesia dan atau oleh pihak lain dengan persetujuan Bank Indonesia.
e.         Mengenakan sanksi terhadap bank sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Pelaksanaan ketentuan-ketentuan di atas ditetapkan secara lebih rinci dengan Peraturan Bank Indonesia.

Hubungan dengan Pemerintah dan Internasional
Dalam kaitannya dengan pemerintah, Bank Indonesia mempunyai tanggung jawab dan kegiatan seperti diuraikan"berikut ini.
a.            Bank Indonesia bertindak sebagai pemegang kas pemerintah dengan memberikan bunga atas saldo kas pemerintah sesuai peraturan perundangan.
b.           Bank Indonesia untuk dan atas nama pemerintah dapat menerima pinjaman luar negeri, menatausahakan, serta menyelesaikan tagihan dan kewajiban keuangan pemerintah terhadap pihak luar negeri.
c.          Pemerintah wajib meminta pendapat Bank Indonesia dan atau mengundang Bank Indonesia dalam sidang kabinet yang membahas masalah ekonomi, perbankan, dan keuangan yang berkaitan dengan tugas Bank Indonesia atau masalah lain yang termasuk kewenangan Bank Indonesia.
d.           Bank Indonesia wajib memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah mengenai Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara serta kebijakan lain yang berkaitan dengan tugas dan wewenang Bank Indonesia.
e.            Dalam hal pemerintah akan menerbitkan surat-surat utang negara, pemerintah wajib terlebih dahulu berkonsultasi dengan Bank Indonesia. Sebelum menerbitkan surat utang negara, pemerintah wajib berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Bank Indonesia dapat membantu penerbitan surat-surat utang negara yang diterbitkan pemerintah, tetapi Bank Indonesia dilarang membeli surat-surat utang negara untuk diri sendiri di pasar primer, kecuali dalam rangka pemberian fasilitas pembiayaan darurat dan juga kecuali yang berjangka pendek dalam rangka operasi pengendalian moneter.
f.         Bank Indonesia dilarang memberikan kredit kepada pemerintah. Dalam hal Bank Indonesia melanggar ketentuan tersebut, maka perjanjian pemberian kredit kepada pemerintah tersebut batal demi hukum.
Dalam kaitannya dengan hubungan internasional, Bank Indonesia mempunyai tanggung jawab dan kegiatan seperti diuraikan berikut ini.
a.            Bank Indonesia dapat melakukan kerja sama dengan bank sentral lainnya, organisasi, dan lembaga internasional.
b.           Dalam hal dipersyaratkan bahwa anggota lembaga internasional dan atau lembaga multilateral adalah negara, Bank Indonesia dapat bertindak untuk dan atas nama negara Republik Indonesia sebagai anggota.

Akuntabilitas dan Anggaran
Dalam kaitannya dengan akuntabilitas , anggaran dan transparansi dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh Bank Indonesia. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia menetapkan hal-hal sebagai berikut:
a.       Bank Indonesia wajib menyampaikan laporan tahunan secara tertulis kepada DPR dan pemerintah pada setiap awal tahun anggaran yang memuat :
1)      Pelaksanaan tugas dan wewenangnya pada tahun sebelumnya.
2)      Rencana kebijakan, penetapan sasaran, dan langkah-langkah pelaksanaan tugas dan wewenangnya untuk tahun yang akan datang dengan memperhatikan perkembangan laju inflasi serta kondisi ekonomi dan keuangan.
b.      Bank Indonesia wajib manyampaikan laporan triwulanan secara tertulis tentang pelaksanaan tugas dan wewenangnya kepada DPR dan pemerintah.
c.       Laporan tahunan dan triwulanan tersebut dievaluasi oleh DPR dan digunakan sebagai bahan penilaian tahunan terhadap kinerja Dewan Gubernur dan Bank Indonesia.
d.      Laporan tahuan dan triwulanan tersebut juga disampaikan kepada masyarakat secara terbuka melalui media massa dengan mencantumkan ringkasannya dalam Berita Negara.
e.       Apabila DPR memerlukan penjelasan, Bank Indonesia wajib menyampaikan penjelasan secara lisan dan atau tertulis.
f.       Setiap awal tahun anggaran, Bank Indonesia wajib menyampaikan informasi kepada masyarakat secara terbuka melalui media massa yang memuat:
1)      Evaluasi terhadap pelaksanaan kebijakan moneter pada tahun sebelumnya.
2)      Rencana kebijakan moneter dan penetapan sasaran moneter untuk tahun yang akan datang dengan mempertimbangkan sasaran laju inflasi serta perkembangan kondisi ekonomi dan keuangan.
g.      Untuk membantu DPR melaksanakan pengawasan bidang tertentu terhadap BI, dibentuk Badan Supervisi yang berkedudukan di Jakarta dalam upaya meningkatkan akuntabilitas, independensi, transparansi, dan kredibilitas BI.
h.      Badan Pemeriksa Keuangan dapat melakukan pemeriksaan khusus terhadap Bank Indonesia atas permintaan Dewan Perwakilan Rakyat apabila diperlukan.












BAB III
PENUTUP


A.    Kesimpulan
Pada masa berlakunya Undang-undang No.13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral, otoritas kebijakan moneter di Indonesia pada dasarnya berada di tangan pemerintah. Meskipun berdasarkan undang-undang tersebut terdapat 2 (dua) lembaga utama sebagai pelaksana kebijakan moneter, yaitu Bank Indonesia dan Dewan Moneter, otoritasnya tetap pada pemerintah. akibat dari terjadinya krisis ekonomi dan perbankan pada akhir tahun 1990-an, Undang-undang No.13 Tahun 1963 tersebut diganti dengan UU tentang bank sentral yang baru yaitu Undang-undang No.23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Undang-undang yang bertujuan agar otoritas moneter dapat menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter yang efektif dan efisien melalui sistem keuangan yang sehat, transparan dan terpercaya dan dapat dipertanggungjawabkan yang didukung oleh sistem pembayaran yang lancar, cepat, tepat dan aman, serta pengaturan dan pengawasan bank yang memiliki prinsip kehati-hatian. Undang-undang tentang bank sentral yang baru pada dasarnya member kewenangan yang besar terhadap bank Indonesia untuk merumuskan dan melaksanakan kebijakan moneter di Indonesia.
Bank Indonesia ditempatkan sebagai otoritas moneter di Indonesia, sedangkan lembaga Dewan moneter ditiadakan. Meskipun otoritas moneter tidak lagi terletak pada pemerintah, pemerintah tetap mempunyai akses tertentu dalam mempengaruhi kebijakan moneter. Pada tahun 2004, setelah menyadari beberapa kelemahan yang terdapat pada undang-undang No.23 Tahun 1999, dilahirkanlah Undang-undang No.3 Tahun 2004 tentang perubahan Undang-undang No.23 Tahun 1999. Undang-undang baru ini bukan menggantikan undang-undang yang sebelumnya, tetapi merevisi beberapa pasal serta menambah beberapa pasal baru.



DAFTAR PUSTAKA


Triandaru, Sigit., Budisantoso, Totok. 2006. Bank dan Lembaga Keuangan lainnya. Jakarta: Salemba Empat.